Jalan Panjang Tradisi Bujanggaan Masuk Warisan Budaya Tak Benda

Indramayu | Detik Jabar – Tradisi Bujanggaan di Kabupaten Indramayu kini masuk dalam kategori Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Hasil itu didapatkan setelah melewati usaha panjang hingga mendapatkan pandangan rasisme.

Pengusulan tradisi bujanggaan ke dalam WBTB dilakukan sejak tahun 2019 lalu. Hal itu mulanya dilakukan oleh Almarhum Ki Tarka sebagai salah satu tokoh bujangga bersama dinas terkait. Hingga pada tahun 2022, upaya itu dilanjutkan oleh Sri Tanjung Sugiarti Tarka dan pada 2022 lalu, tradisi bujanggaan lolos WBTB tingkat Provinsi.

“Pengajuan WBTB pada saat 2019-2020 diusahakan Ki Tarka untuk diusulkan masuk WBTB melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu (dulu) dan pada saat 2021 beliau wafat dan dilanjutkan oleh saya untuk terus mengajukan tradisi Bujanggaan,” kata Ketua Sanggar Surya Pringga Dermayu, Sri Tanjung Sugiarti Tarka, Senin (2/10/2023).
Tak sampai di situ, perjuangan melestarikan tradisi yang hampir punah itu masih terus dilakukan. Hingga tahun 2023 ini, tradisi bujanggaan resmi masuk sebagai WBTB Indonesia.

“Alhamdulilah tahun 2022 lolos tahap provinsi dan tahun sekarang 2023 sudah berhasil ditetapkan,” ungkapnya.

Penyematan label WBTB menjadi satu motivasi bagi Tanjung untuk lebih melestarikan tradisi warisan para leluhur tersebut. Salah satunya, mereka harus mencari regenerasi karena banyak pelaku bujanggaan yang tutup usia dan belum sempat mewariskan ke generasinya.

Apalagi, banyak anak-cucu tokoh bujanggaan yang enggan meneruskan tradisi orang tuanya dulu. Hal itu karena minimnya pengetahuan tentang tradisi bujanggaan.

“Ada beberapa faktor utamanya yaitu Minimnya pengetahuan masyarakat yang mengetahui akan nilai-nilai dalam tradisi tersebut,” ujarnya.

Padahal, lanjut Tanjung, tradisi itu mengandung nilai-nilai yang lengkap dari segi keagamaan, moral, sosial, pendidikan, sejarah hingga tuntunan hidup. Serta tradisi yang identik melekat dengan naskah kuno itu justru dibuat tidak secara asal-asalan oleh leluhur terdahulu.

“Dibentuk pada jaman para Wali sebagai sebuah karya sastra yang di dalamnya memuat pengajaran agama dan sebagai penyebaran agama, dakwah beliau melalui Bujangga,” jelasnya.

Ironisnya, di era saat ini tradisi bujanggaan justru sempat mendapat pandangan rasis oleh beberapa tokoh dan pemuka agama. “Pelaku Bujangga ini mendapatkan beberapa rasisme dari beberapa pemuka agama dengan alasan kafir dan lain sebagainya tanpa mengetahui dan mempelajari makna yang terdapat pada Tradisi Bujanggaan ini,” ujarnya.

Menurutnya, upaya pelestarian bukan hanya dari para tokoh Bujanggaan, melainkan harus didukung oleh semua unsur masyarakat hingga pemerintah.

Baca artikel detikjabar, “Jalan Panjang Tradisi Bujanggaan Masuk Warisan Budaya Tak Benda” selengkapnya https://www.detik.com/jabar/sepakbola/d-6960652/jalan-panjang-tradisi-bujanggaan-masuk-warisan-budaya-tak-benda.

Baca juga

Khazanah tulis menulis di atas kertas daluang pernah dilakukan leluhur Indramayu. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya manuskrip, diantaranya berhasil diselamatkan Yayasan Surya Pringga Dermayu. Daluang merupakan kertas tradisional Indonesia yang…

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Options

not work with dark mode
Reset