Kisah Akhmedi dan Kertas Daluang

Akhmedi saat melakoni kegiatannya membuat kertas Daluang (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar)

DetikJabar | Minggu, 26 Feb 2023 09:00 WIB

Indramayu – Sore itu mendung tampak menyelimuti wilayah Kabupaten Indramayu. Di tengah gemuruh angin di Desa Cikedung Lor, terdengar samar suara ketukan palu menempa kayu yang berasal dari belakang aula yayasan Surya Pringga Dermayu.

Rumah milik pelestari naskah kuno, Almarhum Ki Tarka Sutarahadja itu yang salah satunya sebagai tempat pembuatan kertas daluang. Banyak pemuda yang datang untuk membuat kertas daluang dari kulit batang pohon saeh. Termasuk dilakukan Akhmedi Mamun (38).

Bagi Edi, sapaan pria asal Desa Cikedung Lor, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu itu, ketertarikannya dengan produksi kertas daluang tidaklah sengaja. Awalnya, Edi hanya senang melihat proses pembuatan kertas tradisional yang terlihat cukup unik tersebut yang kala itu dilakukan oleh Almarhum Ki Tarka.

Di tengah kesibukannya sebagai perajin roti dan menempuh kuliah jurusan hukum di salah satu perguruan tinggi swasta di Cirebon, Edi tetap menyisihkan waktu bersama pemuda lainnya untuk membuat kertas daluang.

“Awalnya senang gitu kan, prosesnya kan unik dilihatnya. Terus saya juga senang dengan kesenian dan kebudayaan,” kata pembuat kertas daluang, Akhmedi Mamun, belum lama ini.

Di tahun 2018-an, Edi mulai turut serta dalam melestarikan kertas daluang. Ia pun mengenal dan mempelajari teknik menumbuk kulit batang pohon saeh agar menjadi kertas.

Pembuatan kertas tradisional itu kata Edi harus memiliki kesabaran dan ketekunan yang ekstra. Sebab, intonasi tumbukan yang tidak tepat bisa mengakibatkan serat kayu pecah dan tidak bisa dijadikan kertas. Hal itu pun dirasakan sulit bagi Edi ketika masih tahap pembelajaran.

“Mulai di sekitar tahun 2018. Memang sulit awalnya, sering bolong kulitnya tapi kemudian lama-lama jadi terbiasa dan sudah mulai bisa,” jelas Akhmedi.

Kesulitan itu tidak menjadikan Akhmedi menyerah. Kecintaannya terhadap seni budaya membuat Edi semakin percaya, sehingga ia pun bisa membudidayakan pohon saeh sampai mengolah kulit kayu tersebut menjadi kertas daluang.

“Belajar-belajar terus sampai bisa dari mulai nanamnya (budidaya pohon saeh), ngulitin, hingga proses pembuatan kertasnya. Enak gitu dijiwai, senang aja. Sekarang kalau di hitung sudah ada 15-an buku yang satunya berisi 100 lembar kertas daluang,” katanya.

Sementara, di Yayasan Surya Pringga Dermayu ini, Sri Tanjung Sugiarti Tarka menjelaskan bahwa sedikitnya ada 7 sampai 10 orang yang sudah bisa membuat kertas daluang (disebut Toekang Saeh). Selain untuk melestarikan kertas tradisional, proses itu pun rutin dilakukan untuk menyelamatkan manuskrip khususnya yang terbuat dari kertas daluang.

“Awalnya digunakan untuk menyalin naskah kuno agar tidak punah,” kata Ketua Yayasan Surya Pringga Dermayu, Sri Tanjung Sugiarti Tarka.

Sumber: https://www.detik.com/jabar/budaya/d-6587957/kisah-akhmedi-dan-kertas-daluang.

 

Baca juga

Khazanah tulis menulis di atas kertas daluang pernah dilakukan leluhur Indramayu. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya manuskrip, diantaranya berhasil diselamatkan Yayasan Surya Pringga Dermayu. Daluang merupakan kertas tradisional Indonesia yang…

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Options

not work with dark mode
Reset